Laporkan Penyalahgunaan

Widget HTML #1

Widget HTML (label produk)

Widget HTML (label jasa)

Widget HTML #3

Eko Cahyono dari Kabupaten Malang Semangat Memberantas Buta Huruf

Posting Komentar

 

Eko Cahyono dari Kabupaten Malang Semangat Memberantas Buta Huruf

Benarkah di zaman serba canggih sekarang masih ada orang yang buta huruf di Indonesia? Faktanya penulis menemui sendiri, ketika momen pembagian rapor, seorang wali murid meminta untuk menuliskan nama anaknya di lembar absen orang tua yang hadir. “Saya tidak tahu menulis, Bu!” tuturnya.

Selain itu, ada beberapa anak yang putus sekolah dan belum lancar menulis dan membaca. Suport untuk belajar di keluarga serta lingkungan sangat kurang. Anak-anak ini, sedari kecil sudah bekerja yang menghandalkan otot. Mendapatkan uang, sehingga berfikir, “untuk apa sekolah?” Sedih. Ketika “sekolah” dianggap rutinitas yang tidak berguna.

Beberapa anak lainnya putus sekolah memang karena tidak mampu mengikuti pelajaran di kelas. Beberapa kali tidak naik kelas, sehingga malu karena memiliki fisik yang besar sendiri di kelas. Penyebab lainnya adalah kemiskinan, tapi seharusnya penyebab yang terakhir ini tidak ditemui lagi sekarang ini, karena sekolah tingkat Dasar bukannya gratis?

Apapun penyebab buta huruf, menjadi seseorang yang tidak tahu baca tulis itu tidaklah enak. Akan menjadi seseorang yang minder, sulit maju dan konon lebih rentan mengalami demensia dibandingkan orang yang bisa membaca dan menulis.

Apakah di tempatmu tinggal masih ada orang yang buta huruf? Jika masih ada, sepertinya kita bisa menjadi pilar, seperti yang pernah dilakukan seorang pemuda yang bernama Eko Cahyono dari Kabupaten Malang, Jawa Timur.

Semangatnya memberantas buta huruf menjadi pilar yang menerangi sekeliling sehingga ia pun disebut sebagai Pembebas Buta Huruf dan dianugrahi Satu Indonesia Awards tahun 2012, kategori Pendidikan, dari Malang, Jawa Timur. berikut kisahnya!

Semangat Eko Cahyono

Semangat Eko Cahyono dalam membantu anak-anak yang buta huruf dilatar belakangi akan kecintaan pada masyarakat dilingkungannya yang memang tidak semua kaya. Pengalamannya sebagai anak yang dilahirkan dari keluarga yang ekonominya pas-pasan mendorong ia berbuat sesuatu bagaimana caranya agar buta huruf di daerahnya tidak ada lagi.

Kemudian, ia mendirikan perpustakaan keliling, yang bernama “Perpustakaan Anak Bangsa”. Niat yang baik akan berjalan dengan baik pula. Begitu juga jalan yang ditempuh Eko Cahyono, melakukan pendekatan, memahami karakteristik anak-anak sehingga yang menjadi tujuannya bisa tercapai. Sikap sabar membersamai proses belajar di perpustakaan.

Menariknya, Eko Cahyono melakukan semua itu di saat dana yang ada minim. So, tidak semua lancar dengan uang yang banyak. Dengan keinginan sungguh-sungguh, kekurangan dana bisa diatasi.

Padahal sulit mengajak untuk bisa baca dan tulis serta melek literasi. Tidak semua anak mau. Ini dialami penulis sendiri. Pengalaman mengajak seorang anak yang putus sekolah, untuk dibina dan disekolahkan di sekolah yang lebih baik. Dijemput dan diantar. Diberi seragam dan uang saku, sayangnya ditolak. Karena anak tersebut memilih kerja serabutan yang menghasilkan uang, meski tidak bisa baca tulis.

Mendorong Tumbuhnya Minat Baca dan Tulis

Mendorong Tumbuhnya Minat Baca dan Tulis

Menumbuhkan minat baca dan tulis yang dilakukan Eko Cahyono sudah berlangsung 15 tahun yaitu sejak Juli 1998. Gerakan literasi dan menghapus buta aksara pun menjangkau lebih luas, bahkan seluruh kecamatan di Kabupaten Malang dengan layanan perpustakaan keliling tersebut.

Total ada 26 perpustakaan yang berhasil ia kembangkan, yang menjangkau 35 desa di tujuh kecamatan se-Kabupaten Malang. Semakin dekat dengan hati anak-anak, semakin mengepakkan sayap. Konon program yang ia kembangkan, mengundang anak-anak untuk turut gabung, dan memotivasi relawan untuk ikut bergerak.

Dilansir dari satu-indonesia.com, selain menumbuhkan minat baca dan tulis, kegiatan lain  yang bisa ia lakukan adalah belajar komputer, melukis, nobar (nonton bareng), belajar memasak, menjahit, berdiskusi setiap hari Sabtu malam, dan menanam obat-obatan tradisional.

Dibuka juga bimbingan belajar free khusus bagi pelajar SD atau madrasah Ibtidayah. Tidak sampai di situ, literasi yang ia kembangkan hadir di pos ojek, salon, bengkel motor, rental komputer, dan tempat lainnya. Akhirnya cinta baca hadir dimana-mana.

Penutup

Tanpa kegigihan seorang Eko Cahyono, keberhasilan menghapus buta huruf di Malang kala itu tidak akan tercapai. Sulit pastinya, tapi dengan niat yang tulus akan terlaksana.

Badan Pusat Statistik mencatat pada tahun 2022 ada 3,65% penduduk Indonesia yang berusia 15 tahun ke atas masih buta huruf. Apakah beberapa ada di daerah kita? Mampukah kita meniru semangat seorang Eko Cahyono?

Sumber Gambar: Instagram Eko Cahyono @ekocahyonoangsa

 

 

 

Ide dan Cerita
Tempat sharing ide agar menjadi cerita untuk anak cucu. Untuk kerja sama bisa contact momblogger45@gmail.com

Related Posts

Posting Komentar